Window shopping adalah
melihat-lihat etalase toko tanpa berniat membeli barang yang dipajang.
Biasanya kegiatan ini dilakukan di pasar tradisional maupun modern untuk
sekedar memuaskan lapar mata akan barang-barang bagus. Walau bisa juga
sebagai upaya membandingkan harga untuk barang tertentu yang sedang
dibutuhkan.
Semasa bujang saya termasuk mempunyai kebiasaan window shopping
mulai dari pasar tradisional sampai mall. Bukan untuk mejeng seperti
anak-anak muda sekarang tetapi benar-benar mencari suasana dan merekam
dalam benak segala kesibukan manusia. Melihat barang-barang mewah yang
tidak terbeli bujangan, yang belum berpenghasilan ketika itu, adalah
rekreasi paling murah.
Sudut-sudut pasar
Beringharjo hampir hapal, dimana penjual kain, penjual sayur sampai
kompleks loak (barang bekas) merupakan tempat yang sering saya kunjungi.
Kadang bila sedang suntuk hanya berbekal uang untuk naik bis kota
pulang pergi, menjelajah Jalan Malioboro - Ahmad Yani - Senopati di
Yogyakarta sudah membuat kaki pegal-pegal. Tetapi hati terasa puas
melakukan window shopping walau tidak membeli barang. Kalau di Solo Pasar Klewer pun sudah saya jelajahi walau belum hapal karena saking ruwetnya.
Kadang dengan bangganya bisa ikut nimbrung pembicaraan rekan-rekan yang sedang membahas barang-barang baru atau info up to date model baru. Berbekal hasil perjalanan wisata murah itu saya bisa memberi info di mana suatu barang dijual dan harganya.
Ketika sempat di Surabaya 2 tahun kebiasaan window shopping
hanya beberapa kali saja karena keterbatasan waktu dan belum hapal
jalan kota besar itu, takut nyasar (ah, jadi ingat pernah ketinggalan
rombongan ketika ada acara di Bandung. Akhirnya berbekal hobby window
shopping sempat nyasar-nyasar keliling kota Bandung dan untuk mengobati
kecewa menyisir Pasar Baru). Satu keinginan untuk menyelusuri Pasar Turi
di Surabaya yang belum terlaksanan sampai akhirnya pasar itu terbakar
habis.
Kalau sekarang sudah kebiasaan itu
sudah berkurang karena pasar di kota kabupaten hanya kecil dan sudah
kuhapal. Maka kalau sedang butuh sesuatu barang yang harus dibeli di
pasar saya pun tahu lokasinya bila istri sedang tidak bisa. Apa tidak
malu laki-laki ke pasar tradisional? Mengapa harus malu? Tidak ada
larangan kok. Hanya saja kalau mengantar istri ke pasar atau belanja ke
toko, mendingan saya menunggu di parkiran.
Satu
hal yang belum bisa saya mengerti, ketelatenan istri (juga perempuan
lainnya) ketika berbelanja. Waktu yang dibutuhkan bisa 2-3 kali lipat
dari waktu yang dibutuhkan laki-laki. Saya kapok ikut istri belanja
karena kaki pegal-pegal. Itu salah satu keunggulan perempuan, kakinya
kuat!
http://elfarid.multiply.com/journal/item/667
Tidak ada komentar:
Posting Komentar