Sabtu, 24 November 2012

Window Shopping

Window shopping adalah melihat-lihat etalase toko tanpa berniat membeli barang yang dipajang. Biasanya kegiatan ini dilakukan di pasar tradisional maupun modern untuk sekedar memuaskan lapar mata akan barang-barang bagus. Walau bisa juga sebagai upaya membandingkan harga untuk barang tertentu yang sedang dibutuhkan.
Semasa bujang saya termasuk mempunyai kebiasaan window shopping mulai dari pasar tradisional sampai mall. Bukan untuk mejeng seperti anak-anak muda sekarang tetapi benar-benar mencari suasana dan merekam dalam benak segala kesibukan manusia. Melihat barang-barang mewah yang tidak terbeli bujangan, yang belum berpenghasilan ketika itu, adalah rekreasi paling murah.
Sudut-sudut pasar Beringharjo hampir hapal, dimana penjual kain, penjual sayur sampai kompleks loak (barang bekas) merupakan tempat yang sering saya kunjungi. Kadang bila sedang suntuk hanya berbekal uang untuk naik bis kota pulang pergi, menjelajah Jalan Malioboro - Ahmad Yani - Senopati di Yogyakarta sudah membuat kaki pegal-pegal. Tetapi hati terasa puas melakukan window shopping walau tidak membeli barang. Kalau di Solo Pasar Klewer pun sudah saya jelajahi walau belum hapal karena saking ruwetnya.
Kadang dengan bangganya bisa ikut nimbrung pembicaraan rekan-rekan yang sedang membahas barang-barang baru atau info up to date model baru. Berbekal hasil perjalanan wisata murah itu saya bisa memberi info di mana suatu barang dijual dan harganya.
Ketika sempat di Surabaya 2 tahun kebiasaan window shopping hanya beberapa kali saja karena keterbatasan waktu dan belum hapal jalan kota besar itu, takut nyasar (ah, jadi ingat pernah ketinggalan rombongan ketika ada acara di Bandung. Akhirnya berbekal hobby window shopping sempat nyasar-nyasar keliling kota Bandung dan untuk mengobati kecewa menyisir Pasar Baru). Satu keinginan untuk menyelusuri Pasar Turi di Surabaya yang belum terlaksanan sampai akhirnya pasar itu terbakar habis.
Kalau sekarang sudah kebiasaan itu sudah berkurang karena pasar di kota kabupaten hanya kecil dan sudah kuhapal. Maka kalau sedang butuh sesuatu barang yang harus dibeli di pasar saya pun tahu lokasinya bila istri sedang tidak bisa. Apa tidak malu laki-laki ke pasar tradisional? Mengapa harus malu? Tidak ada larangan kok. Hanya saja kalau mengantar istri ke pasar atau belanja ke toko, mendingan saya menunggu di parkiran.
Satu hal yang belum bisa saya mengerti, ketelatenan istri (juga perempuan lainnya) ketika berbelanja. Waktu yang dibutuhkan bisa 2-3 kali lipat dari waktu yang dibutuhkan laki-laki. Saya kapok ikut istri belanja karena kaki pegal-pegal. Itu salah satu keunggulan perempuan, kakinya kuat! 

http://elfarid.multiply.com/journal/item/667

Tidak ada komentar:

Posting Komentar